Fatahillah313 - Mahkamah Agung (MA) melansir putusan kasasi kasus peristiwa penembakan di Km 50 dengan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella. Dalam putusan itu, ketua majelis kasasi, hakim agung Desnayeti menyebut kasus itu adalah kasus pembunuhan. Dalam peristiwa itu, 6 anggota laskar FPI meninggal dunia.
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang melanggar ketentuan Pasal 338 KUHP (pasal pembunuhan)," demikian bunyi dissenting opinion (DO) hakim agung Desnayeti yang dikutip detikcom, Jumat (30/12/2022).
Berikut pertimbangan lengkap hakim agung Desnayeti:
Bahwa berdasarkan fakta hukum di persidangan terungkap, sewaktu korban Luthfi Hakim, Suci Khadavi, Ahmad Sofian, M Reza dibawa masuk ke dalam kendaraan Xenia warna silver dengan nomor polisi B 1519 UTI yang akan dibawa ke Polda Metro Jaya dalam kondisi tanpa senjata api maupun senjata tajam terlebih dahulu dilucuti.
Bahwa penyerangan yang dilakukan korban M Reza dengan berusaha mencekik Fikri Ramadhan, korban Luthfi Hakim hendak merebut senjata api milik Fikri Ramadhan dengan dibantu oleh korban M Suci Khadavi dan korban Ahmad Sofian dengan cara menjambak rambut saksi Fikri Ramadhan, dibalas dengan serangan yang tidak berimbang dengan mempergunakan senjata api berupa pistol yang ditembakkan oleh saksi Fikri Ramadhan dengan menggunakan senjata api jenis CZ, telah menembak korban Suci Khadavi sebanyak 3 kali. Dan korban M Reza sebanyak 2 kali. Sedangkan Ipda Elwira (alm) dengan menggunakan senjata api jenis Sig Sauear telah menembak korban Luthfi Hakim sebanyak 4 kali dan korban Ahmad Sofiyan sebanyak 2 kali yang semuanya mengenai dada sebelah kiri para korban.
Bahwa serangan dengan cara menembak menggunakan pistol, di samping tidak sebanding dengan serangan yang dilakukan para korban yang hanya menggunakan tangan, juga tembakan telah diarahkan ke bagian dada yang merupakan bagian vital dari tubuh para korban, yang seharusnya Yusim, Fikri dan Elrisa (alm), masih mempunyai kesempatan dan dapat menembakkan pistolnya ke bagian lain yang bukan merupakan vital dari tubuh para korban, jika hanya ingin untuk melumpuhkan serangan para korban. Bahwa seharusnya Terdakwa sebagai pengendali kendaraan dan juga sebagai pimpinan rombongan sesuai hirarki kepangkatan melakukan tindakan utama paling tidak menepikan kendaraannya untuk selanjutnya menghentikan pengeroyokan atau percobaan perampasan senjata berupa pistol tersebut.
Karena suasana batin terdakwa dan rekan-rekan terdakwa tidak dalam keadaan terganggu dalam guncangan yang hebat. Bilamana harus terpaksa untuk menggunakan senjata api, maka cukup untuk sekedar melumpuhkan serangan para korban ke bagian lainnya dari tubuh para korban, karena ke-4 para korban yang dibawa tersebut sudah tidak lagi memiliki senjata apa pun. Dan para korban dapat menyadari bahwa mereka sudah dalam suasana nyali yang lemah dan kekuatan mereka tidak akan sebanding melawan kekuatan terdakwa dan rekan-rekan terdakwa yang diperlengkapi dengan senjata api.
Bahwa perbuatan terdakwa Yusmin, Fikri, Elwira (alm), bukan merupakan pembelaan secara terpaksa (noodweer) atau pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces), karena keselamatan Fikri Ramadhan tidak sedang dalam keadaan terancam jiwanya, ataupun mengalami luka-luka berat. Melainkan senyatanya sesuai visum et repertum, secara khusus pada bagian leher saksi Fikri Ramadhan, hanya menyalami luka lecet berbentuk garis berwarna kemerahan pada sisi kiri 6 cm dan garis pertengahan depan ukuran terpanjang 3 cm dan ukuran terpendek 1 cm meliputi area seluas 3 cm x 2 cm. Bahwa dengan menunjukkan serangan tembakan pistol ke bagian dara para korban, maka Terdakwa, Fikri Ramadhan, Elwira (alm), memang berniat secara sengaja untuk menghilangkan nyawa para korban, sehingga hal ini bersesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 908/K/Pid/2006 disebutkan bahwa dengan ditembaknya pada bagian badan yang membahayakan yaitu paru-paru kiri dan kanan, maka perbuatan terdakwa dapat dikualifikasikan sebagai kesengajaan untuk menghilangkan nyawa orang lain (Putusan Hoge Raad tanggal 23 Juli 1937).
Bahwa oleh karena itu, alasan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum, dapat dibenarkan. Di mana perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut melakukan pembunuhan yang melanggar ketentuan Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Oleh karena itu judex facti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah salah menerapkan hukum pembuktian dalam pertimbangan putusannya sehingga bertentangan dengan Pasal 197 ayat 1 d UU Nomor 8/1981.