Fatahillah313 - Semprot Fatwa Imad soal Ratib Haddad, Cucu Kyai Kholil: Jangan Bawa-bawa NU atas Sakit Hati Pribadimu!
• Fatwa terbaru Ki Imad : Jangan amalkan Rotibul Haddad lagi ! tidak akan berkah !
Sejak membuat tulisan pertama yang mencounter tesis Kiai Imad, hampir setahun saya tidak pernah aktiv lagi menulis bab nasab di Facebook karena 2 alasan : pertama karena saya sudah betah dan nyaman hidup damai di dunia Instagram, kedua karena saya rasa tulisan bertipe “gelut” seperti itu tidak cocok dengan karakter saya yang kalem dan lemah-lembut ini 🤣
Saya baru tergugah untuk ikut menulis dan berkomentar lagi di Facebook pada 26 Mei yang lalu, sehari sebelum lahirnya anak saya Muhammad Said Ramadhan, penyebabnya adalah keprihatinan saya ketika ulama sekelas Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad dituduh plagiat dan mencuri Rotib karya Imam Rifa’i, santri-santri Mama Gufron ( Gus Ubad Dkk ) bahkan sampai melaknat-laknat beliau, mereka ingin mengesankan bahwa Habib Abdullah Al-Haddad lucu tapi pada akhirnya Allah tunjukkan kelucuan guru mereka sendiri ke seluruh penjuru Indonesia
يا ناطح الجبل العالي ليُكلمه * أشفق لرأسك لا تشفق على الجبل
“ wahai kau yang membenturkan kepalanya kepada gunung yang tinggi untuk melukainya * kasihanilah kepalamu, jangan kau kasihani gunung itu “
kita tidak akan membahas lagi data-data bahwa Rotib Haddad memang tulisan original dari Habib Abdulllah Al-Haddad, kalian bisa membaca data-data yang saya kumpulkan pada tulisan saya berikut ini :
⁃ data-data bahwa Rotibul Haddad memang milik Habib Abdullah Al-Haddad
https://www.facebook.com/share/p/Qztr9QLEKDJX3Dcr/?mibextid=WC7FNe
⁃ tidak ada data dan referensi yang valid yang membuktikan bahwa Rotib itu milik Imam Rifa’i ( hadiah sayembara bagi penemu referensinya sudah mencapai 200 jt rupiah + )
https://www.facebook.com/share/p/G56PfS7xbvzQ4bii/?mibextid=WC7FNe
Sampai detik ini belum ada yang bisa menunjukkan kitab referensi Rifa’iyah yang memuat Rotib ini sebelum masa Imam Haddad, apalagi kitab yang sezaman atau mendekati ( andai kita ikut syarat sumber sezaman versi Kiai Imad, Imam Rifai wafat tahun 576 H )
Ki Imad sepertinya menyadari hal itu, karena itu ketika di Cilacap kemarin ada yang bertanya :
“ saya adalah penikmat Rotib Haddad, ada desas-desus kalo sebenarnya Rotib ini menjiplak Rotib Syaikh Rifa’i, bagaimana komentar Romo Yai Imad terkait masalah ini ? “
Ki Imad ( seperti dalam video di bawah ini ) memilih jawaban “ngeles” tapi tetap ngawur 😅 :
“ masalah Rotibul Haddad, kita Nahdlatul Ulama mempunyai istighotsah karya daripada ulama-ulama awliya-awliya Nahdlatul Ulama, mulai sekarang yang dibaca wirid hizib dari kiai-kiai Ijazah Nahdatul Ulama, jangan menggunakan lagi selain wiridan thoriqoh Kiai Kita di Nahdlatul Ulama, apabila ijazah ini dari Kiai-Kiai Nahdlatul ulama ambil amalkan ! Kalo bukan dari kiai Nahdlatul ulama abaikan ! Tidak akan berkah ! “
Jawaban yang sangat “heroik” dari Kiai Imad yang kemudian diiringi tepuk hore dari para pendukungnya. Oke, sebuah doktrin baru dari Kiai Imad, bahwa Rotibul Haddad adalah karya seorang Ba’alawi, Rotibul Haddad bukan wiridan Ijazah Kiai NU, maka abaikan dan jangan diamalkan karena tidak akan berkah !
Nggak perlu buka kitab ini-itu untuk meruntuhkan fatwa Kiai Imad yang satu ini, saya ambil 1 contoh saja :
Syaikhona Kholil Bangkalan, pemberi isyarat sekaligus mahaguru dari para pendiri NU, salah satu wirid yang beliau gemari dan istiqomahi ketika beliau hidup adalah Rotibul Haddad, padahal beliau punya Rotib susunan beliau sendiri ( Rotib Syaikhona Kholil ), beliau bahkan pernah menulis secara khusus Rotibul Haddad untuk istri beliau, beliau juga pernah memberi ijazah Rotibul Haddad kepada salah satu santri kinasihnya yaitu Kh. Abdul Karim Lirboyo, beliau juga memberi Ijazah Rotibul Haddad kepada santrinya yang punya peran penting dalam berdirinya NU yaitu Kh. As’ad Syamsul Arifin “sang penyambung pesan” antara beliau dan Kh. Hasyim Asyari.
Cucu Kiai As’ad Kh. Azaim Ibrohimi pernah menceritakan :
" Saat kiai As'ad gerilya di Garahan, Jember beliau menginap di salah satu pesantren. Saat bermalam Kiai As'ad dari Isya' hingga subuh membaca Ratibul Haddad. Kemudian, ia diberi pertolongan menaklukkan pasukan Jepang yang ada di daerah itu “ ( baca : https://jatim.nu.or.id/amp/madura/4-keistimewaan-ratibul-haddad-dalam-berbagai-peristiwa-XsP8E )
salah satu amalan yang sering didawamkan Kiai Hamid Pasuruan adalah Rotibul Haddad, Guru saya Syaikhina Maimoen Zubair juga seringkali mengadakan Ijazahan Rotibul Haddad, dan masih banyak ribuan Kiai NU lainnya mulai sejak dulu sampai detik ini yang istiqomah mengamalkan Rotibul Haddad, Rotibul Haddad masih menjadi amaliyah yang didawamkan para santri-santriwati di Pesantren-pesantren mereka ( foto-foto manuskripnya ada semua di bawah ini )
Apakah Kiai Imad dan para pendukungnya merasa lebih NU dari beliau-beliau semua ? Kalo mau berfatwa dan mengajak untuk meninggalkan Rotib Haddad karena alergi dengan Ba’alawi ya monggo-monggo saja, tapi mbokyoho jujur-jujuran aja kalo itu adalah “fatwa” yang berdasarkan sakit hati dan kesensitifan pribadi, jangan bawa-bawa nama NU seakan-akan Rotib Haddad adalah wirid “asing” yang tak pernah diijazahkan oleh para Kiai-Kiai NU
Sedih dan Miris rasanya ketika kemarin mendapat kabar dari seorang sahabat bahwa tetangganya seorang Kiai di Jawa Timur sudah menghapus kegiatan pembacaan Rotibul Haddad di pesantrennya karena percaya omongan para pendukung Kiai Imad, padahal waktu itu Kiai Imad belum mengeluarkan fatwanya yang satu ini.
Tapi saya tidak jadi sedih ketika mengingat siapa mereka dan siapa Habib Abdullah Al-Haddad, saya teringat apa yang diucapkan oleh Imam Syafi’i dalam baitnya :
كم عالم متفضل قد سبه * من لا يساوي غرزة في نعله
“ berapa banyak orang alim pemilik keutamaan yang dicaci-maki oleh orang-orang yang tidak setara dengan tali sandalnya “
Matur nuwun Gusti, sudah menampakkan fatwa-fatwa unik seperti ini, hingga akhirnya kami bisa tau mana yang harus kami ikuti, dan mana yang harusnya kami teliti dan cermati.
إلى روح صاحب الراتب قطب الدعوة و الإرشاد الحبيب عبد الله بن علوي الحداد باعلوي الفاتحة
• Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 20 Agustus, 2024