Fatahillah313 - DPR 2019-2024 di akhir masa kerjanya 3 bulan lagi kini resmi bakal membahas rancangan Dewan Pertimbangan Agung, pengganti Dewan Pertimbangan Presiden.
Meski sejumlah fraksi sudah menyatakan setuju, Ketua DPR Puan Maharani menyebut DPR mesti hati-hati mengkaji perubahan lembaga di bawah lembaga kepresidenan tersebut.
Presiden Joko Widodo pun sepertinya juga tak tahu-menahu usulan dewan di Senayan.
Namun ia tak mempermasalahkan ada DPA pengganti Wantimpres.
Nama DPA, sejatinya sudah ada di Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amendemen.
Lembaga setara presiden ini lalu dihapus saat Amendemen pada 2002, berganti fungsi menjadi lembaga di bawah presiden bernama Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres.
Bila ingin mengembalikan dewan dengan posisi setara presiden, maka konstitusi kembali harus diamendemen.
Posisi DPA yang hanya mengubah nama diduga sebagai alat posisi tawar buat kekuatan politik di luar pemenang pilpres agar tak kritis terhadap pemerintah.
Tapi, kritik Ahli Tata Negara tak bisa menghalangi niat anggota DPR yang segera berakhir masa kerjanya pada Oktober 2024, untuk menggolkan rancangan menjadi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Agung untuk lembaga presiden.
Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Revisi Undang-Undang dewan pertimbangan presiden sebagai usulan inisiatif DPR.
Rapat dipimpin langsung Wakil Ketua DPR Fraksi Golkar, Lodewijk Paulus Kamis (11/07/2024) pagi.
Lalu apa urgensi mengubah nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden, menjadi Dewan Pertimbangan Agung yang dulunya sudah dihapus melalui undang-undang?
Kami bahas bersama Achmad Baidowi, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi PPP.
Bergabung juga Pakar Hukum Tata Negara Jentera Institute, Bivitri Susanti.