Fatahillah313, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR, Hidayat Nur Wahid menolak Kantor Urusan Agama (KUA) dijadikan sebagai tempat pencatatan nikah semua agama.
Politikus PKS itu menjelaskan rencana itu tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945, dan justru malah bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non-muslim. "Pengaturan pembagian pencatatan nikah yang berlaku sejak Indonesia merdeka yakni muslim di KUA dan non-muslim di Pencatatan Sipil, selain mempertimbangkan toleransi juga sudah berjalan baik, tanpa masalah dan penolakan yang berarti,” beber Hidayat dikutip Selasa (27/2/2024).
Menurut Hidayat, usulan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu bisa memicu disharmoni.
Terlebih, usulan itu juga belum pernah dibahas bersama Komisi VIII.
Secara mendasar, praktik yang saat ini berlaku sudah sesuai ketentuan Pasal 29 UUD 1945 yang mengamanatkan negara untuk menjamin agar tiap penduduk dapat beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Dia menambahkan pembagian kewenangan pencatatan nikah juga sudah ada jauh sejak lahirnya UU No 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, dan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. "Panjangnya masa berlaku UU Pencatatan Nikah dan Perkawinan menunjukkan bahwa urusan pencatatan pernikahan yang memberikan pengakuan atas kekhasan ajaran agama terkait pernikahan tersebut berjalan dengan baik, diterima dan lancar, sebagaimana amanat UUD,” jelasnya.
“Apalagi Menag dan publik tentunya tahu, bahwa KUA selain perpanjangan dari peradilan agama (Islam) juga merupakan institusi/kantor yang berada di bawah Ditjen Bimas Islam, yang memang tugasnya hanya mengurusi umat Islam saja," sambung Hidayat.
“Apalagi Menag dan publik tentunya tahu, bahwa KUA selain perpanjangan dari peradilan agama (Islam) juga merupakan institusi/kantor yang berada di bawah Ditjen Bimas Islam, yang memang tugasnya hanya mengurusi umat Islam saja," sambung Hidayat.
Wakil Ketua MPR ini menyebut usulan Menag itu bisa memberatkan KUA yang sebagian besar mengalami kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan tidak punya kantor sendiri.
Usulan tersebut juga akan membuat prosedur pengurusan pernikahan menjadi lebih panjang bagi non-muslim.
Pasalnya, ujung dari pencatatan nikah berada di Dinas Capil, yang nantinya terintegrasi dengan NIK dan KTP.
Hidayat juga khawatir usulan Menag itu akan menimbulkan beban psikologis dan ideologis bagi non-muslim. Sebab KUA identik dengan umat Islam.
"Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA, dan sebagainya,” jelas dia. Hidayat dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih fokus memaksimalkan peran dari Bimas Islam, khususnya KUA.
"Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA, dan sebagainya,” jelas dia. Hidayat dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih fokus memaksimalkan peran dari Bimas Islam, khususnya KUA.
Sebab, masih banyak masalah yang belum selesai seperti kekurangan penghulu, kepemilikan kantor, hingga revitalisasi bangunan dan layanan.
Pihaknya juga mendesak Menag memaksimalkan peran dan fungsi penyuluh keagamaan, termasuk yang terkait dengan konsultasi pra nikah.
“Lebih maslahat bila Menag membatalkan niatnya menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah semua Agama, dan lebih banyak maslahatnyanya bila Menag menguatkan peran dan fungsi dari KUA untuk menjadi bagian dari solusi masalah penyimpangan dari ajaran agama Islam yang terjadi di masyarakat,” pungkasnya. (saa/aag)
Sumber : TVone
“Lebih maslahat bila Menag membatalkan niatnya menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah semua Agama, dan lebih banyak maslahatnyanya bila Menag menguatkan peran dan fungsi dari KUA untuk menjadi bagian dari solusi masalah penyimpangan dari ajaran agama Islam yang terjadi di masyarakat,” pungkasnya. (saa/aag)
Sumber : TVone