Apa Tujuan Hak Angket DPR? Ini Penjelasannya

Sejumlah Anggota DPR RI saat mengikuti Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan III tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024. Rapat paripurna tersebut beragendakan pidato Ketua DPR RI pada pada Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2023 - 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Sejumlah Anggota DPR RI saat mengikuti Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan III tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024. Rapat paripurna tersebut beragendakan pidato Ketua DPR RI pada pada Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2023 - 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Fatahillah313, Jakarta - Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggunakan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pada Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024. Apabila DPR tidak siap, maka Ganjar mendorong penggunaan hak interpelasi atau rapat kerja.

“Jika DPR tak siap dengan hak angket, maka saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar dalam rapat Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud di Jakarta, Senin, 19 Februari 2024. 
Lantas, apa tujuan hak angket DPR?
Dilansir dari laman resmi DPR RI, hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap implementasi suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Darul Huda Mustaqim dalam Jurnal Hukum Badamai (2019), pengertian menyelidiki yang dimaksud dalam hak angket DPR tidak dapat disamakan secara keseluruhan dengan penyelidikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

DPR tidak berwenang untuk melakukan tindakan paksa, seperti penangkapan, meminta berhenti, mengambil sidik jari, memotret orang, atau membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Adapun hak dan kewenangan yang dapat dilakukan DPR dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud oleh hak angket, antara lain:
  • Meminta keterangan pemerintah, badan hukum, saksi, organisasi profesi, saksi, pakar, dan/atau pihak terkait.
  • Melakukan sumpah terhadap saksi atau ahli yang berusia 16 tahun.
  • Melaksanakan penuntutan terhadap saksi atau pakar yang lalai melalui Kejaksaan Pengadilan Negeri.
  • Memaksa saksi atau pakar untuk datang memenuhi panggilan dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) atau Kejaksaan.
  • Melaksanakan penahanan kepada saksi atau ahli yang membangkang melalui ketua pengadilan negeri.
  • Memeriksa surat-surat yang disimpan oleh pegawai kementerian.
  • Melaksanakan penyitaan dan/atau menyalin surat, kecuali berisi rahasia negara melalui Kejaksaan Pengadilan Negeri.

Hak angket DPR pernah diimplementasikan dalam penyelidikan beberapa kasus besar, seperti kecelakaan kereta api di Trowek, Tasikmalaya (1956-1959) serta dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur setelah adanya berita pembobolan dana milik Yanatera Bulog sebesar Rp35 miliar dan penyimpangan aliran dana bantuan dari Sultan Brunei Darussalam sebesar US$ 2 juta (2000).

Selanjutnya, ada pula penyelidikan DPR terhadap kasus penjualan dua tanker milik Pertamina (2005), kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji 1429 Hijriah (2009), serta dana bailout pemerintah sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century (2009).
Tata Cara Pelaksanaan Hak Angket DPR
Syarat dan langkah-langkah pelaksanaan hak angket DPR RI diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan Pasal 1 dalam beleid tersebut, usul untuk menyelenggarakan angket harus diajukan tertulis oleh sekurang-kurangnya 10 orang anggota DPR. Putusan untuk mengadakan angket ditetapkan dalam suatu rapat terbuka DPR, yang digelar setelah usul dibicarakan dalam seksi atau seksi-seksi yang bersangkutan, dan putusan itu memuat perumusan yang teliti terkait hal yang akan diselidiki.

Adapun segala pemeriksaan oleh panitia angket harus dilaksanakan dalam rapat tertutup. Anggota-anggota panitia angket diwajibkan juga untuk merahasiakan keterangan-keterangan yang didapatkan dari penyelidikan.

“Anggota-anggota panitia angket wajib merahasiakan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam pemeriksaan, sampai ada keputusan lain yang diambil oleh rapat pleno tertutup Dewan Perwakilan Rakyat yang diadakan khusus untuk itu,” bunyi Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954.

MELYNDA DWI PUSPITA
Sumber : TEMPO