Fatahillah313,Jakarta -- Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres dan cawapres berusia 40 tahun atau memiliki pengalaman menjadi kepala daerah tak sah lantaran Ketua MK Anwar Usman tidak mundur dari pemeriksaan dan putusan perkara.
Denny menganggap tak mundurnya Anwar ketika memutuskan gugatan ini telah memunculkan benturan kepentingan lantaran statusnya sebagai paman dari Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka."Akibat dari tidak mundurnya Anwar Usman tersebut, maka Putusan 90 menjadi tidak sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman," kata Denny dalam keterangannya, Senin (23/10).
Denny berpendapat majunya Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto menunjukkan ada keterkaitan dengan putusan yang dikabulkan MK.
Ia juga menyinggung putusan MK itu memiliki keterkaitan dengan keluarga Anwar Usman.
Karenanya, ia menilai kondisi ini dilarang dalam Peraturan MK tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
"Saya kembali berkirim surat ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran etika Anwar Usman.
Karenanya, ia menilai kondisi ini dilarang dalam Peraturan MK tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
"Saya kembali berkirim surat ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran etika Anwar Usman.
Surat mana terlampir dan melengkapi surat pengaduan saya sebelumnya pada 27 Agustus 2023," kata dia.
Karena itu, Denny berkesimpulan putusan MK itu tidak bisa dijadikan dasar untuk pendaftaran sebagai paslon capres-cawapres di KPU.
Karena itu, Denny berkesimpulan putusan MK itu tidak bisa dijadikan dasar untuk pendaftaran sebagai paslon capres-cawapres di KPU.
Jika KPU tetap menerima berkas pendaftaran Prabowo-Gibran, maka Denny mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan sengketa administrasi ke Bawaslu.
"Untuk membatalkan penetapan pasangan calon tidak mempunyai dasar hukum tersebut," kata dia.
Jalan Gibran untuk ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 terbuka usai MK mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.
MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun. Pengecualian diberikan kepada orang-orang di bawah 40 tahun yang sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.
Kini Gibran telah dideklarasikan sebagai cawapres Prabowo Subianto. Mereka dijadwalkan akan mendaftar ke KPU pada Rabu (25/10) lusa.
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku tidak suka dengan putusan MK terkait syarat usia pendaftaran capres-cawapres.
"Untuk membatalkan penetapan pasangan calon tidak mempunyai dasar hukum tersebut," kata dia.
Jalan Gibran untuk ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 terbuka usai MK mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.
MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun. Pengecualian diberikan kepada orang-orang di bawah 40 tahun yang sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.
Kini Gibran telah dideklarasikan sebagai cawapres Prabowo Subianto. Mereka dijadwalkan akan mendaftar ke KPU pada Rabu (25/10) lusa.
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku tidak suka dengan putusan MK terkait syarat usia pendaftaran capres-cawapres.
Menurutnya, putusan MK itu salah secara fundamental.
"Saya tidak suka karena sebelumnya saya sudah bilang itu tidak benar.
"Saya tidak suka karena sebelumnya saya sudah bilang itu tidak benar.
Iya salah, secara fundamental," kata Mahfud dalam wawancara eksklusif yang ditayangkan YouTube Mata Najwa, Kamis (19/10).
Mantan Ketua MK ini menjelaskan MK adalah lembaga negative legislator, sehingga secara teoritis tidak boleh memutus perkara itu. Namun, begitu telah ada diputuskan, kata Mahfud, putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Secara teoritis tidak boleh memutus itu, karena MK itu negative legislator.
Mantan Ketua MK ini menjelaskan MK adalah lembaga negative legislator, sehingga secara teoritis tidak boleh memutus perkara itu. Namun, begitu telah ada diputuskan, kata Mahfud, putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Secara teoritis tidak boleh memutus itu, karena MK itu negative legislator.
Tapi begitu itu diputus, ada juga dalilnya.
Bahwa setiap putusan MK, Anda suka atau tidak suka, itu mengikat, final. Kan itu sudah," katanya.
(rzr/pmg)
Sumber : CNN-Indonesia
(rzr/pmg)
Sumber : CNN-Indonesia