Diam-diam Ada 'Bisul', RI Bisa Dihajar 'Tsunami' PHK Lagi

 Ilustrasi PHK (Freepik) Foto: Ilustrasi PHK (Freepik)

Fatahillah313 - Indonesia kembali dihantam gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal, PHK massal baru saja melanda RI pada akhir tahun 2022 lalu hingga awal tahun 2023 ini, menyusul ambruknya ekspor pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki/ sepatu di Indonesia.

Belum lama ini, kabar PHK massal datang dari pabrik sepatu Adidas di Indonesia, PT Panarub Industry di Tangerang, Banten. Perusahaan ini diketahui melakukan PHK kepada 1.400 karyawannya. Terbaru, jaringan toko buku Gunung Agung dikabarkan melakukan PHK ratusan karyawan dan akan menutup seluruh gerainya.

Wakil ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta Nurjaman pun mengungkap penyebab masih berlanjutnya PHK massal di Indonesia.

"Banyak hal (pemicu PHK)," kata Nurjaman kepada CNBC Indonesia, Senin (22/5/2023).

"Tidak hanya di Panarub (Adidas), di Bekasi, di Cikarang, perusahaan besar, perusahaan kecil, padat karya atau tidak, gelombang PHK masih terjadi di sana sini. Memang, riaknya tidak seperti akibat pandemi, tapi kondisi sekarang itu seperti permukaan gunung es," katanya.

Dia menuturkan, kondisi perusahaan di Indonesia saat ini masih berjuang untuk bertahan hidup sejak dihantam pandemi Covid-19.

"Belum terjadi pemulihan. Belum ada kecukupan modal, tidak ada suntikan modal, tidak ada investasi. Selama pandemi, dana cadangan perusahaan itu digunakan untuk membiayai kebutuhan, penghidupan karyawan, perbaikan, perawatan (pabrik). Sementara pasar tidak ada," jelasnya.

"Tidak ada terobosan yang terjadi. Perusahaan berusaha bertahan hidup tapi BEP pun tidak bisa. Jadi, nombok terus. Besar pasak dari tiang. Padahal, kalau ada input, harus ada output. Kalau tidak, terjadi penumpukan. Barang-barang yang terlanjur diproduksi tidak terjual, rusak, lalu merugi. Ya, seperti itu (bisul). Karena tidak ada outcome," kata Nurjaman.

Hanya saja, dia menambahkan, kondisi ini tidak bisa hanya ditanggung oleh perusahaan maupun pemerintah.

"Memang harus duduk bersama. Untuk mengetahui apa yang harus dilakukan, insentif apa yang dibutuhkan. Apa yang terjadi di Panarub? Apa upaya untuk menolong perusahaan? Ini, tidak bisa hanya dikerjakan satu pihak," tukasnya.

(dce/dce)
Sumber : CNBC