"Beliau meyebutkan bahwa termasuk dari Doktor Masayu Elita, bahwa gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan," Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
"Penggunaan gas air mata di dunia internasional, saya mengacu dari penjelasan Doktor Masayu Elita, beliau adalah ahli kimia dan persenjaataan, dosen di UI maupun di Unhan. Regulasi yang menjadi acuan adalah protokol Genewa Nomor 22 tahun 1993.
Di situ disebutkan bahwa gas air mata atau secara kimia disebut CS ini hanya boleh digunakan di seluruh dunia dan menjadi standar adalah aparat penegak hukum.
Ini tidak boleh digunakan untuk peperangan," imbuh Dedi.
Regulasi tersebut, menurut Dedi menjadi dasar kenapa penggunaan gas air mata bagi kepolisian di seluruh dunia itu diperbolehkan, termasuk di Indonesia.
Ia juga menyebut bahwa berdasarkan keterangan para dokter di RS Saiful Anwar Malang, gas air mata bukanlah penyebab kematian para korban pada tragedi Kanjuruhan.
"Dari penjelasan para dokter yang menangani para korban baik korban yang meninggal dunia maupun yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT dan juga spesialis mata tidak satupun penyebab kematian adalah gas air mata," katanya.
Dedi mengklaim kematian para korban disebabkan karena kekurangan oksigen akibat berdesak-desakan.
"Kemudian juga beliau menyampaikan juga yang apabila gas air mata ini dampaknya kan hanya terjadi iritasi pada mata, iritasi pada kulit dan iritasi pada pernapasan.
Kalau misal terjadi iritasi pada pernapasan pun, sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah memyebutkan bahwa ada fatalitas gas air mata yang mengakibatkan orang meninggal dunia," tuturnya.
Reporter:
Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto
Sumber : Tirto